Sabtu, 11 Maret 2017

Tentang Atheis

Bukan.
Gw bukan lagi pengen menjabarkan mengenai atheis sebagai ideologi atau pemikiran, mengingat gw ini cuma sarjana sok pinter yang telat lulus dengan IPK rada cekak, jelas bukan kapasitas gw juga buat ngejelasin hal semacam demikian. Atheis yang gw maksud adalah film yang baru gw tonton hari ini (Sabtu, 11 Maret 2017) di Kineforum, Taman Ismail Marzuki. Hal ini berawal dari kondisi gw yang lagi suntuk banget, mau nulis tapi ide mampet. Liat timeline instagram (@tanfidz_t, barangkali ada yang mau follow, hehe), kok ada film yang kayaknya menarik. Setelah gagal mengajak beberapa teman, akhirnya gw pun berangkat nonton bersama penonton lain yang tampaknya banyak juga yang datang sendirian (maklum sih, mana film jadul, kayaknya banyak yang gak tau pula. Jadi ngerasa elitis nih, wkwkwk).

Poster Film Atheis, suangaar!


Atheis adalah film keluaran tahun 1974 yang disutradarai Sjuman Djaja yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Achdiat Kartamihardja. Buat gw, novel tersebut adalah salah satu buku terbitan Balai Pustaka yang cukup menggugah pikiran saat pertama kali gw baca beberapa tahun silam semasa kuliah.
“Wah, baru tahu ada novel Balai Pustaka sesangar ini.”
Begitu kira-kira yang ada di pikiran gw tempo itu, agak gak bertanggung jawab juga sih mengingat belum banyak juga novel Balai Pustaka yang udah gw baca, hehehe.

Buku dan Tiket Film, Semacam Bukti Konkret.

Atheis berkisah mengenai pergulatan batin seorang santri yang saleh dan taat beragama dari desa bernama Hasan saat bekerja di PAM kota Bandung. Pergulatan batin itu bermula sejak dia bertemu dengan customer yang rupanya adalah kawan lamanya, Rusli, seorang aktivis revolusioner yang berpaham kiri dan tidak percaya lagi pada Tuhan serta adik ketemu gede Rusli, Kartini. Melihat kondisi temannya yang menjauh dari Tuhan, pada awalnya, Hasan bertekad untuk mengembalikan Rusli ke jalan agama. Namun situasi makin runyam saat hati Hasan terjatuh di pangkuan Kartini serta munculnya Anwar, seorang nihilis slebor yang merusak hubungan Hasan dengan ayahnya serta Kartini.

Buat gw, Atheis sangat menarik karena mampu menggugah pola pikir kritis dari sudut pandang seorang muslim dalam menghadapi arus zaman. Tidak heran, bahkan sampai tokoh sekaliber Buya Hamka pun turut terlibat sebagai supervisor yang mengawasi jalannya pembuatan film. Selain itu, ada hal menarik lain yang membedakan film ini dan versi novelnya. Pada versi film, diceritakan meski jauh dari Tuhan, Rusli dekat dengan Kiai Zainal Mustofa yang syahid dalam jihad melawan imperialis Jepang. Bahkan, adegan peristiwa Singaparna yang tersohor itu pun turut dimunculkan dalam film. Sayangnya, meski mendapat banyak pujian dari kritikus, film yang sempat memicu kontroversi sejak pembuatannya ini (novelnya juga) jeblok dan tidak laku di pasaran.
Yaah, gak heran sih… 


2 komentar: