Sebagai orang yang
mudah terbawa perasaan, bagaimanapun bentuknya, saya paling tidak suka dengan perpisahan.
Bahkan, meski perpisahan itu sudah direncanakan sematang mungkin. Kendati telah
memutuskan Bandung hanya sebagai tempat singgah, segala kenang-kenangan selama
satu tahun mendadak membuncah hebat di malam terakhir ini.
Pada awalnya saya
memang tidak merencanakan sama sekali untuk merantau ke kota ini. Saat itu saya
sedang galau-galaunya lantaran belum memiliki penghasilan yang layak dan hanya
mengisi waktu sambil mengajar di bimbingan belajar sambil mengirim lamaran
pekerjaan. Sayangnya, beberapa perusahaan yang saya kirimi, seakan enggan
memberi jawaban. Meski ada juga yang akhirnya memberi harapan kerja, namun
harus kembali kandas dalam tahap wawancara. Sampai pada akhirnya, saya melihat
ada lowongan pekerjaan sebagai penulis naskah di Studio Kumata yang mampir di
linimasa lewat akun Pia, seorang teman yang sudah terlebih dahulu bekerja di
sana. Jadilah saya kembali mengirim lamaran di studio animasi yang terletak di
Kota Kembang itu dengan penuh harapan.
Namanya juga industri kreatif.
Meski pernah aktif dalam berbagai kegiatannya selama masih berkuliah di
Yogyakarta bertahun-tahun, tetap tidak bisa menghilangkan keterkejutan di tiap
pertemuan dengan orang-orang di bidang ini. Bayangkan, alih-alih diminta
menceritakan mengenai diri dan motivasi kerja pada tahap wawancara, saya malah
mendapat pertanyaan,
“Lo lucu gak?”
Saya terdiam beberapa
saat.
“Pak, ini ngerjain apa
bukan nih? Saya datang jauh-jauh lho dari Jakarta.”
Daryl
Wilson, CEO dari Studio Kumata yang mewawancarai saya saat itu tergelak.
Selanjutnya wawancara berlanjut dengan membicarakan film animasi favorit
masing-masing. Unik betul wawancaranya. Meski rasanya lebih rileks dibanding wawancara
lain yang pernah saya lewati sebelumnya, pengalaman ditolak membuat saya tetap
gugup. Alhamdulillah, setelah mengerjakan tes yang diberikan, saya diterima.
Bekerja di Studio
Kumata sedikit banyak membuka pola pandang saya terhadap industri animasi.
Menulis naskah untuk serial atau film animasi, jelas berbeda dengan menulis
naskah untuk komik yang biasa saya kerjakan. Ada banyak pertimbangan yang perlu
diperhatikan dalam menulis naskah, seperti banyaknya aset yang perlu digunakan
dan imbasnya pada ongkos produksi, misalnya. Untungnya selalu ada rekan yang
siap membantu dan mengajari hingga kemampuan saya dalam menulis menjadi lebih
berkembang dari sebelumnya.
Rekan-rekan Penulis di Studio Kumata
Dalam kesibukan menulis skenario, saya kerap
membayangkan Tuhan pun telah menyiapkan skenario yang tidak terduga bagi
makhlukNya. Betul saja, setelah Lingkar:
Amazing Islam, komik yang saya buat bersama Bang Zia ul-Haq dan Mbak Asa
Gupita Lizadi diterbitkan oleh Bentang Pustaka, saya mendapat kejutan
berikutnya. Komik lain yang saya buat bersama Mas Awang Saputra yang berjudul Jawara Sejati berhasil dimuat di Kosmik
Mook, salah satu majalah komik bergengsi tinggi yang terbit di Indonesia.
Bahagia betul rasanya, terlebih saat melihat komik yang saya tulis ceritanya
berada dalam majalah yang sama dengan karya para komikus idola. Sebuah impian
yang akhirnya berhasil tercapai. Sayang, seperti yang selalu saya percaya.
Tuhan selalu punya skenario yang tidak terduga. Majalah Kosmik Mook berhenti
terbit dan mengubah pola bisnisnya menjadi lebih berfokus pada komik digital. Jadi,
meski sempat berhenti terbit selama beberapa waktu, komik Jawara Sejati akan tetap berlanjut dalam waktu dekat, Insya Allah.
Komik Jawara Sejati di Kosmik Mook
Selain itu, saya juga menjadi
sukarelawan dalam penyelenggaraan Pasar Komik Bandung alias Pakoban, semacam
bazaar komik yang rutin diadakan di sebuah pusat perbelanjaan di Braga. Persiapan
acara berlangsung sangat menyenangkan. Untuk promosi acara, kami bahkan
(sempat-sempatnya) membuat video-video duel lawak receh berupa plesetan
mengenai dunia komik yang diunggah pada akun facebook dan instagram Pakoban
selama beberapa waktu. Benar-benar bentuk promosi yang unik, kok ya kepikiran
coba? Hahaha. Menariknya, selain menjadi konten promosi di media sosial,
turnamen duel lawak receh pun dijadikan salah satu acara panggung penutup hari
pertama yang berlangsung meriah. Sayangnya, saya kalah receh dalam pertandingan
pertama. Sebel, hahaha.
Keriaan di Pasar Komik Bandung
Setahun berlalu,
Pakoban sudah berakhir dan saya pun sudah mengundurkan diri dari Studio Kumata.
Sambil menyiapkan diri untuk petualangan berikutnya, saya mengucapkan terima
kasih banyak pada Bandung dan segala anasirnya yang turut mengisi hidup saya
selama setahun ini. Sekali lagi, terima kasih banyak dan sampai jumpa. Mohon
doanya semoga perasaan-perasaan kita tetap selalu terkait.
Bandung, 12 Mei
2018.
Ditulis lewat
tengah malam di kamar kos sambil kedinginan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar