Tradisi
maen pukulan memang telah mengakar erat dan menjadi bagian dari kehidupan orang
Betawi sejak lama. Tidak heran, mengingat dari sekitar 600-800 aliran silat
yang berada di seantero Nusantara, 317 di antaranya berasal dari tanah Betawi. Oleh
karena itu, sudah merupakan kelaziman jika orang diminta menyebutkan tokoh dari
Betawi, maka nama yang keluar adalah jago-jago silat seperti Pitung, Jampang,
atau Entong Gendut. Padahal
bila kita melihat sejarah perjalanan bangsa, orang Betawi pun sama seperti
etnis lain. Minang misalnya, yang memiliki sederet tokoh pergerakan seperti
Muhammad Hatta, Sutan Takdir Alisjahbana, dan Buya Hamka. Tanah Betawi juga
melahirkan sederet tokoh tersohor yang merupakan pahlawan nasional dari
berbagai macam bidang seperti politik, seni, juga agama seperti Muhammad Husni
Thamrin, Ismail Marzuki dan KH. Noer Ali.
Muhammad
Husni Thamrin adalah seorang Betawi kelahiran Sawo Besar yang merupakan salah
seorang politikus handal yang berasal dari keluarga wedana yang terpandang. Kebiasaannya
hidup dan bergaul dengan rakyat miskin sejak kecil, membuat ia menolak mengikuti
karir ayahnya sebagai seorang ambtenaar yang digaji besar oleh pemerintah kolonial dan hidup sejahtera. Ia justru memilih jalan hidup sebagai pejuang yang
bergerak membela kaumnya yang terjajah. Pada awalnya, ia bergerak dalam
organisasi yang masih bersifat kedaerahan bernama Kaoem Betawi, rasa nasionalismenya yang tergugah membuatnya
memutuskan untuk ikut melebur bersama aktivis organisasi kedaerahan lain dalam
Parindra (Partai Indonesia Raya) dan tergabung sebagai anggota volksraad. Lewat kursi volksraad-lah, Husni Thamrin memperjuangkan hak bangsanya untuk memperoleh
pendidikan yang layak dan hidup merdeka dari tengan penjajah.
Muhammad Husni Thamrin
Berbeda
dengan Muhammad Husni Thamrin, Ismail Marzuki memiliki jalannya sendiri dalam
berjuang. Pemuda Betawi kelahiran Kwitang pada 1914 silam yang biasa dipanggil Bang Maing itu adalah seorang
komponis bertalenta tinggi yang legendaris. Berbekal bakat dan kecintaannya
yang mendalam pada Ibu Pertiwi, ia telah mencipta sekitar 200 lagu dengan
pelbagai macam tema. Mengenai alam keindahan tanah air, misalnya. Dapat
diresapi lewat lagunya yang berjudul Indonesia
Pusaka atau Rayuan Pulau Kelapa. Mengenai
cinta sepasang kekasih, bisa dinikmati lewat lagu Dari Mana Datangnya Asmara, Sabda
Alam, atau Juwita Malam. Mengenai kepahlawanan dan patriotisme
yang mampu membakar semangat juang bangsa, terdapat sejumlah lagu seperti Gagah Perwira, Sepasang Mata Bola, atau Gugur Bunga. Selain itu, dia juga pernah
mencipta lagu dengan nuansa religius namun padat akan kritik sosial dengan
judul Malam Lebaran. Dengan sejumlah
lagu yang senantiasa lestari dan tidak lekang ditelan zaman, tidak heran ia
dinobatkan sebagai pencipta lagu Indonesia terbaik di Indonesia (versi majalah Rolling Stone edisi Februari 2014).
Ismail Marzuki
Tokoh
berikutnya adalah seorang pemimpin agama kharismatik dari Bekasi, KH. Noer Ali.
Saking tersohornya, sampai ada ungkapan, “Bukan orang Bekasi, kalo kaga kenal
KH.Noer Ali.” Lazimnya para pemimpin agama lain seperti pendiri Nahdhlatul
Ulama, KH. Hasyim Asyari dan pendiri Muhamadiyyah, KH. Ahmad Dahlan, KH. Noer
Ali pun termasuk pemimpin agama yang menimba ilmu di Mekkah. Di tanah suci ini,
beliau berguru pada Syekh Ali Al-Maliki atas rekomendasi gurunya, Guru Marzuki.
Selain dengan Syekh Ali Al-Maliki, beliau juga berguru pada Syekh Umar Hamdan,
Syekh Ahmad Fatoni, Syekh Ibnul Arabi dan lain-lain. Sepulangnya ke Indonesia,
beliau mendirikan pesantren di kampung halamannya, Ujung Malang, Bekasi, demi
memperbaiki akhlaq umat yang mulai mengalami kerusakan. Sebagai
seorang ulama, KH. Noer Ali tidak hanya memiliki kedalaman ilmu agama,
melainkan juga kemampuan untuk terjun dalam pertempuran fisik. Saat agresi militer
terjadi, KH. Noer Ali mendapat tugas dari Jendral Oerip Soemohardjo untuk
memimpin laskar Hizbullah untuk melawan Sekutu. Saat perang usai, KH. Noer Ali
mendapat amanat sebagai ketua Masyumi Cabang Jatinegara dan meningkat menjadi
Dewan Konstituante fraksi partai Masyumi. Setelah mundur dari pentas politik
saat dibubarkannya Masyumi setelah peristiwa PRRI, KH. Noer Ali kembali
mengurus Pesantrennya, At-Taqwa.
KH. Noer Ali
Selain
Muhammad Husni Thamrin, Ismail Marzuki dan KH. Noer Ali, tanah Betawi juga
memiliki tokoh-tokoh lain yang tidak kalah tersohor seperti Mahbub Junaedi,
Benyamin Suaeb, KH. Abdullah Syafii dan masih banyak lagi. Tentu saja, setelah sekian
banyak tokoh yang hadir dalam pentas perjuangan, tidak lantas mereka berakhir hanya
menjadi bahan cerita. Melainkan mesti kita upayakan untuk mengenang dan
menjadikannya sebagai suri tauladan demi Jakarta dan Indonesia yang lebih baik
lagi, Insya Allah.
22 Juni 2016, ditulis dalam rangka
memperingati ulang tahun Jakarta ke 489.
Sumber bacaan :
G.J. Nawi. 2016. Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Anhar Gonggong. 1992. Pahlawan Nasional Muhammad Husni Thamrin. Jakarta. Balai Pustaka.
Ninok Leksono. 2014. Seabad Ismail Marzuki Senandung Melintas Zaman. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
http://www.staiattaqwa.ac.id/index.php/kh-noer-alie/29-jejak-pemikiran-kh-noer-alie/55-kh-noer-alie-ulama-yang-mujahid diakses pada 22 Juni 2016 pukul 02.27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar