Beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan, di salah satu sudut kota Bandung. Tampak seorang gadis yang tengah gelisah bukan buatan. Malam itu, singgasana hati
gadis berusia sembilas belas tahun ini amat kacau
tak terkendali. Dahinya berkerut, tangannya memeluk bantal untuk
menutupi wajahnya yang tampak gusar, tubuhnya bermandikan peluh meski cuaca
malam di kota kembang itu cukup dingin. Dalam kegalauannya, tidak
henti-hentinya dia meracau seraya bertanya
pada dirinya sendiri.
“Rasa
apa yang aku alami ini?
Gembira yang meluap-luap melebur
dan larut menjadi satu bersama ragu dan takut dalam waktu bersamaan. Duh
Gusti, dosa apa aku hingga harus mengalami siksaan
seperti ini.”
Yuke,
demikian nama panggilan gadis manis itu.
Secara mendadak, dia harus mengalami nestapa yang membuatnya benar-benar bingung bukan kepalang.
Ibunya yang berada di ambang pintu mulai
tidak sabar menunggu.
“Bagaimana?”
“Tapi
Yuke takut, Mami.”
“Apa
sih yang kamu takutkan? Coba keluar dulu sini. Kita bicara dulu sama Om Karno.”
Nyonya Rachim menggandeng mesra putrinya
keluar dari kamar menuju teras. Dia paham sekali
perasaan putri sulungnya yang satu ini. Gadis mana yang tidak gundah gulana, didatangi malam-malam
begini oleh tokoh nomer satu di
seantero negeri, lantas bilang
ingin melamarnya.
Ya, semua kegelisahan Yuke, atau nama aslinya
Rahmi Rachim, bermula saat Bung Karno dengan ditemani teman dekatnya,
Dr.Soeharto, menyambangi rumahnya malam itu. Tanpa banyak basa-basi, presiden
pertama Indonesia itu langsung menyatakan maksud kedatangannya pada Nyonya Rachim.
“Saya
ingin melamar Rahmi, anak Ibu, untuk teman saya, Hatta.”
Suasana
hening sejenak. Bagi keluarga Yuke, Ir.Soekarno dan Drs.Mohammad Hatta memang
bukan orang asing. Mereka adalah kolega ayahnya, Abdul Rachim, sejak lama.
Meski Nyonya Rachim dan telah bersahabat erat dengan Bung Karno dan Bung Hatta,
membuat keputusan sebesar ini jelas bukan perkara yang mudah baginya. Selain
kedatangan Bung Karno yang mendadak, salah satu bahan pertimbangannya adalah
perbedaan usia 24 tahun antara putri sulungnya dan Bung Hatta. Ya, Bung Hatta
memang seorang pejuang yang keras kepala, dia bersikukuh untuk tetap fokus
dalam perjuangannya dan tidak mau menikah sebelum Indonesia merdeka. Prinsip
yang membuat Bung Karno kerap geleng-geleng kepala.
Oleh
karena itu, sebagai seorang sahabat baik, salah satu PR besar setelah prolamasi
kemerdekaan adalah mencarikan Hatta seorang istri. Bung Karno melamarkan Rahmi
Rachim karena gadis itu memang mencuri hati Hatta saat bertemu di perjamuan
makan malam beberapa tahun silam. Dasar kutu buku pemalu, Bung Hatta justru
hanya terdiam saat berpapasan dengan sang gadis pujaan hati. Untung kejadian
itu segera disadari oleh Bung Karno yang terkenal memang hafal gelagat sobat
karibnya tersebut.Setelah menghembuskan nafas sejenak, Nyonya Rachim akhirnya
menjawab pertanyaan Bung Besar itu yang sudah menanti tidak sabar.
Setelah berpikir sejenak, Nyonya Rachim akhirnya menjawab pertanyaan Bung
Besar itu yang sudah menanti tidak sabar.
“Mengenai
lamaran Mas Karno, rasanya saya perlu menanyakan dulu pada Yuke. Dia sudah 19
tahun, sudah cukup dewasa untuk menentukan keputusan dalam hidupnya.”
“Ya,
tentu saja, Bu. Silakan.”
Nyonya
Rachim memasuki kamar gadisnya dan kegelisahan Yuke pun bermula.
.....
“Jangan
mau, orangnya sudah tua!”
Raharty, adik Yuke mulai menggoda kakaknya. Nyonya
Rachim melotot dan mengusir putri bungsunya yang malah tertawa-tawa. Yuke hanya
tersenyum simpul melihat tingkah laku adiknya yang jahil dan meneruskan
langkahnya menemui Bung Karno bersama ibunya di teras rumah.
“Bagaimana?” Tanya Bung Karno saat melihat Yuke di
ambang pintu.
“Tapi Yuke takut, Om.”
“Apa yang Yuke takutkan? Hatta itu orang yang baik.”
Yuke terdiam sejenak, lantas menganggukkan kepalanya
ringan dengan wajah memerah. Nyonya Rachim dan Bung Karno menghembuskan nafas lega,
lamaran resmi diterima!
.....
Hari pernikahan antara Yuke dan Bung Hatta berjalan
khidmat, meski sebelumnya prosesi berjalan agak kacau karena ibunda Bung Hatta
sempat protes perkara mas kawin yang diberikan oleh Bung Hatta kepada calon
istrinya. Pada umumnya, calon mempelai pria akan memberikan mas kawin berupa
emas atau perhiasan lainnya. Namun, Bung Hatta yang kutu buku itu justru mempersembahkan
karya tulisnya berupa buku filsafat berjudul Alam Pikiran Yunani pada gadis pujaan hatinya, Yuke alias Rahmi
Rachim. Meski tidak lazim, istrinya tercinta menerima mas kawin tersebut dengan
senang hati,
Yuke menatap wajah Bapak Proklamator yang telah
menjadi suaminya lamat-lamat. Wajah dari seorang sarjana ekonomi Rotterdam yang
pemalu dan tampak selalu serius ini telah mengalami manis pahitnya perjuangan memerdekakan
negerinya. Karena aktivitas politiknya melawan kesewenang-wenangan pemerintah
kolonial, tidak jarang pria ini harus mendekam di penjara, bahkan dibuang ke
Boven Digul lalu ke Banda Neira. Kini, dengan tangan yang menggandeng erat
suaminya tercinta, Yuke telah bersiap mendampingi Bung Hatta berjuang
mempertahankan kemerdekaan bersama.
Bung Hatta bersama istrinya, Rahmi Rachim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar