Selasa, 16 Agustus 2016

Perayaan Cinta Om Kacamata

Beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan, di salah satu sudut kota Bandung. Tampak seorang gadis yang tengah gelisah bukan buatan. Malam itu, singgasana hati gadis berusia sembilas belas tahun ini amat kacau tak terkendali. Dahinya berkerut, tangannya memeluk bantal untuk menutupi wajahnya yang tampak gusar, tubuhnya bermandikan peluh meski cuaca malam di kota kembang itu cukup dingin. Dalam kegalauannya, tidak henti-hentinya dia meracau seraya bertanya pada dirinya sendiri.
“Rasa apa yang aku alami ini? Gembira yang meluap-luap melebur dan larut menjadi satu bersama ragu dan takut dalam waktu bersamaan. Duh Gusti, dosa apa aku hingga harus mengalami siksaan seperti ini.”
Yuke, demikian nama panggilan gadis manis itu. Secara mendadak, dia harus mengalami nestapa yang membuatnya benar-benar bingung bukan kepalang. Ibunya yang berada di ambang pintu mulai tidak sabar menunggu.
“Bagaimana?”
“Tapi Yuke takut, Mami.”

“Apa sih yang kamu takutkan? Coba keluar dulu sini. Kita bicara dulu sama Om Karno.” Nyonya Rachim menggandeng mesra putrinya keluar dari kamar menuju teras. Dia paham sekali perasaan putri sulungnya yang satu ini. Gadis mana yang tidak gundah gulana, didatangi malam-malam begini oleh tokoh nomer satu di seantero negeri, lantas bilang ingin melamarnya.
 Ya, semua kegelisahan Yuke, atau nama aslinya Rahmi Rachim, bermula saat Bung Karno dengan ditemani teman dekatnya, Dr.Soeharto, menyambangi rumahnya malam itu. Tanpa banyak basa-basi, presiden pertama Indonesia itu langsung menyatakan maksud kedatangannya pada Nyonya Rachim.
“Saya ingin melamar Rahmi, anak Ibu, untuk teman saya, Hatta.”
Suasana hening sejenak. Bagi keluarga Yuke, Ir.Soekarno dan Drs.Mohammad Hatta memang bukan orang asing. Mereka adalah kolega ayahnya, Abdul Rachim, sejak lama. Meski Nyonya Rachim dan telah bersahabat erat dengan Bung Karno dan Bung Hatta, membuat keputusan sebesar ini jelas bukan perkara yang mudah baginya. Selain kedatangan Bung Karno yang mendadak, salah satu bahan pertimbangannya adalah perbedaan usia 24 tahun antara putri sulungnya dan Bung Hatta. Ya, Bung Hatta memang seorang pejuang yang keras kepala, dia bersikukuh untuk tetap fokus dalam perjuangannya dan tidak mau menikah sebelum Indonesia merdeka. Prinsip yang membuat Bung Karno kerap geleng-geleng kepala.
Oleh karena itu, sebagai seorang sahabat baik, salah satu PR besar setelah prolamasi kemerdekaan adalah mencarikan Hatta seorang istri. Bung Karno melamarkan Rahmi Rachim karena gadis itu memang mencuri hati Hatta saat bertemu di perjamuan makan malam beberapa tahun silam. Dasar kutu buku pemalu, Bung Hatta justru hanya terdiam saat berpapasan dengan sang gadis pujaan hati. Untung kejadian itu segera disadari oleh Bung Karno yang terkenal memang hafal gelagat sobat karibnya tersebut.Setelah menghembuskan nafas sejenak, Nyonya Rachim akhirnya menjawab pertanyaan Bung Besar itu yang sudah menanti tidak sabar.
Setelah berpikir sejenak, Nyonya Rachim akhirnya menjawab pertanyaan Bung Besar itu yang sudah menanti tidak sabar.
“Mengenai lamaran Mas Karno, rasanya saya perlu menanyakan dulu pada Yuke. Dia sudah 19 tahun, sudah cukup dewasa untuk menentukan keputusan dalam hidupnya.”
“Ya, tentu saja, Bu. Silakan.”
Nyonya Rachim memasuki kamar gadisnya dan kegelisahan Yuke pun bermula.
.....
“Jangan mau, orangnya sudah tua!”
Raharty, adik Yuke mulai menggoda kakaknya. Nyonya Rachim melotot dan mengusir putri bungsunya yang malah tertawa-tawa. Yuke hanya tersenyum simpul melihat tingkah laku adiknya yang jahil dan meneruskan langkahnya menemui Bung Karno bersama ibunya di teras rumah.
“Bagaimana?” Tanya Bung Karno saat melihat Yuke di ambang pintu.
“Tapi Yuke takut, Om.”
“Apa yang Yuke takutkan? Hatta itu orang yang baik.”
Yuke terdiam sejenak, lantas menganggukkan kepalanya ringan dengan wajah memerah. Nyonya Rachim dan Bung Karno menghembuskan nafas lega, lamaran resmi diterima!
.....
Hari pernikahan antara Yuke dan Bung Hatta berjalan khidmat, meski sebelumnya prosesi berjalan agak kacau karena ibunda Bung Hatta sempat protes perkara mas kawin yang diberikan oleh Bung Hatta kepada calon istrinya. Pada umumnya, calon mempelai pria akan memberikan mas kawin berupa emas atau perhiasan lainnya. Namun, Bung Hatta yang kutu buku itu justru mempersembahkan karya tulisnya berupa buku filsafat berjudul Alam Pikiran Yunani pada gadis pujaan hatinya, Yuke alias Rahmi Rachim. Meski tidak lazim, istrinya tercinta menerima mas kawin tersebut dengan senang hati,
Yuke menatap wajah Bapak Proklamator yang telah menjadi suaminya lamat-lamat. Wajah dari seorang sarjana ekonomi Rotterdam yang pemalu dan tampak selalu serius ini telah mengalami manis pahitnya perjuangan memerdekakan negerinya. Karena aktivitas politiknya melawan kesewenang-wenangan pemerintah kolonial, tidak jarang pria ini harus mendekam di penjara, bahkan dibuang ke Boven Digul lalu ke Banda Neira. Kini, dengan tangan yang menggandeng erat suaminya tercinta, Yuke telah bersiap mendampingi Bung Hatta berjuang mempertahankan kemerdekaan bersama.

Bung Hatta bersama istrinya, Rahmi Rachim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar