Semasa SMP, saya pernah
beradu argumen dengan guru bahasa Indonesia sewaktu duduk di bangku kelas 9.
Pasalnya, dia bilang bahwa penulisan yang benar dari kata sholat adalah salat.
Sementara saya bersikukuh bahwa yang benar tetap kata sholat. Sesuai dengan cara lidah kita melafalkannya.
“Bego nih orang.”
Begitu pikir saya saat
itu. Beberapa waktu kemudian, saya baru sadar. Saya yang bego. Memang banyak
kata dalam bahasa arab yang diserap dan disesuaikan dalam bahasa Indonesia.
Seperti kata sholat yang disesuaikan
menjadi salat, kata faham yang
disesuaikan menjadi paham, fikir yang
disesuaikan menjadi pikir, dan masih banyak lagi. Saya memang masih harus
banyak belajar.
Saya sadar bahwa kita
masih banyak salah kaprah dalam penulisan. Selain penyesuaian kata serapan,
kesalahan lain yang kerap dilakukan adalah salah penempatan huruf “f” dan “v”
dalam suatu kata. Ada yang menulis festival
menjadi festifal, misalnya.
Selain itu, ada juga yang tidak mengetahui kata aktif bila diubah, akan
menjadi aktivitas. Bukan aktifitas.
Masalah berbahasa sering
dianggap sepele oleh sebagian orang. Banyak yang berpendapat bahwa selama
substansi tulisan kita dianggap dapat dimengerti, maka kesalahan dalam penulisan
berhak mendapat toleransi. Menurut saya, dalam hal apapun, termasuk penulisan,
sebaiknya kita melakukannya dengan benar sesuai aturan yang berlaku.
Ada pepatah yang
mengatakan bahwa kesalahan yang dilakukan berulang-ulang akan dianggap kebenaran.
Apabila kita membiasakan menulis secara sembarangan, boleh jadi orang lain akan
menganggap hal tersebut adalah perbuatan yang lumrah. Padahal, menulis dengan
seenaknya dapat menyebabkan kebingungan pada orang lain yang membacanya. Terutama
orang asing yang sedang mempelajari bahasa Indonesia. Oleh karena itu, bisa
dikatakan bahwa menulis dengan benar adalah bentuk penghormatan terhadap orang
lain. Bukankah hidup dengan saling
menghormati itu indah, kawan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar